Kamis Putih dan Ilusi Kesucian
UnioKeuskupanAtambua.com – Kamis Putih dan Ilusi Kesucian – oleh Rm. Yudel Neno, Pr – (Berdasarkan Yohanes 13:1-17, Lukas 22:19-27, dan Matius 26:20-25)
Kamis Putih merupakan peristiwa penting dalam rangkaian misteri Paskah. Pada malam ini, Yesus mengadakan Perjamuan Terakhir bersama para murid-Nya dan membasuh kaki mereka satu per satu (Yohanes 13:5). Tindakan ini menjadi simbol kasih dan pelayanan yang radikal, menantang konsep kekuasaan duniawi.
Kamis Putih tidak hanya merayakan institusi Ekaristi, tetapi juga memperlihatkan wajah Allah yang merendahkan diri untuk manusia yang rapuh. Dalam tindakan membasuh kaki, Yesus sebetulnya ingin menyatakan kepada kita bahwa kekudusan bukanlah soal posisi, tetapi sikap hati.
Dalam momen pembasuhan yang penuh makna, tersembunyi ironi yang tajam; di antara mereka yang dibasuh kakinya yakni Yudas Iskariot, sang pengkhianat (Matius 26:25). Yesus tahu siapa yang akan menyerahkan-Nya, tetapi Ia tetap melayani tanpa syarat. Inilah kasih yang tidak memerlukan kebersihan moral sebagai syarat penerimaan. Peristiwa ini membuka tabir bahwasannya banyak dari kita hidup dalam ilusi kesucian, padahal di hadapan Allah, kita semua adalah murid yang kotor kaki.
Yesus berkata kepada Petrus, “Jika Aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam Aku” (Yohanes 13:8). Pernyataan ini menggugah kesadaran akan ketergantungan kita pada kasih karunia.
Petrus, seperti kita, awalnya menolak dibasuh—ia merasa tidak pantas. Tetapi justru dalam pengakuan akan ketidakpantasan itu, kasih Yesus bekerja.
Kamis Putih menyadarkan kita bahwa kekudusan tidak diperoleh, tetapi diterima dalam kerendahan hati.
Ilusi kesucian sering muncul dari keinginan manusia untuk tampil benar di mata sesama. Kita menyukai citra sebagai orang baik, saleh, atau berjasa dalam pelayanan. Namun Yesus menunjukkan bahwa kesucian sejati bukan soal tampilan, melainkan keberanian untuk dibersihkan oleh-Nya. Kesucian bukanlah hasil kerja manusia semata, tetapi buah dari keterbukaan terhadap rahmat. Tanpa rahmat, semua kebaikan adalah bayang-bayang ego.
Dalam Lukas 22:24, para murid justru memperdebatkan siapa yang terbesar di antara mereka, padahal Yesus sedang menuju sengsara. Inilah bukti bahwa ilusi kesucian dan ambisi keagamaan bisa muncul bahkan dalam lingkaran terdekat Tuhan. Yesus menanggapi dengan berkata, “Yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi seperti yang paling muda, dan pemimpin sebagai pelayan.” Ia membalik logika dunia, dimana kekudusan hadir dalam kerendahan, bukan dalam penguasaan. Kamis Putih menyingkap kecenderungan manusia yang ingin menguasai atas nama Tuhan.
Melalui tindakan membasuh kaki, Yesus mengajarkan kita bahwa kesucian tidak menyingkirkan kotoran orang lain. Sebaliknya, Ia masuk dalam kekotoran itu dan menyentuhnya dengan kasih.
Banyak orang berpikir kesucian adalah menjaga jarak dari yang najis, tetapi Yesus mendekat pada yang lemah, hina, dan berdosa. Ia tidak takut ternoda oleh manusia, sebab kasih-Nya menyucikan, bukan menghakimi.
Kamis Putih menjadi kritik terhadap kekristenan yang terlalu sibuk menjaga citra rohani, namun miskin dalam kasih.
Yohanes 13:15 menegaskan, “Sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu.” Yesus ingin murid-murid-Nya, termasuk kita, hidup dengan semangat pelayanan, bukan ilusi kesalehan.
Kamis Putih menjadi cermin: apakah kita membasuh kaki sesama atau sekadar menunjukkan sepatu bersih kita? Apakah kita melayani atau hanya ingin dilihat sebagai orang baik? Kesucian Yesus tidak eksklusif, tetapi inklusif dan membebaskan.
Refleksi Kamis Putih adalah undangan untuk membongkar topeng-topeng rohani yang kita kenakan. Kita diajak untuk mengakui bahwa kita pun memiliki bagian dalam dosa Yudas, Petrus, dan murid-murid yang lain. Namun, dalam pengakuan itulah kasih Allah menjadi nyata. Ilusi kesucian jatuh di kaki Yesus yang berlutut, bukan berdiri. Di sinilah awal dari pertobatan sejati.
Akhirnya, Kamis Putih menyapa kita bukan dengan tuntutan, tetapi dengan undangan: maukah kita dibasuh? Maukah kita melepaskan topeng kesucian palsu dan membuka diri bagi kasih sejati yang menyentuh luka dan kotoran hidup kita?
Dalam Ekaristi dan pelayanan, Yesus terus membasuh kita hari ini. Kasih-Nya melampaui kerapuhan kita. Dan dalam kasih itulah, kita belajar menjadi suci bukan karena sempurna, tetapi karena berani dibersihkan.