Berintegritas Dalam Pelayanan

Prapaskah Sebagai Moment Berziarah ke dalam Diri

Prapaskah dan Peziarah Pengharapan

179

UnioKeuskupanAtambua.comOpini –  Prapaskah Sebagai Moment Berziarah ke dalam Dirioleh Rm. Yohanes Taeki Lae, PrPastor di Paroki Santo Petrus Tukuneno

Gereja Katolik memasuki masa khusus, masa Prapaskah 2025 dengan terlebih dahulu merayakan Hari Raya Rabu Abu.

Dalam keheningan dan refleksi, masa Prapaskah atau masa ret-ret agung akan terjadi selama 40 hari, dan umat Katolik dituntut agar menjalani masa khusus ini dengan penuh iman yakni membuka hati bagi rahmat Allah sehingga pada akhirnya Paskah sebagai perayaan kemenangan boleh mendatangkan sukacita yang benar-benar memerdekakan.

Masa Prapaskah merupakan masa yang penuh makna bagi umat Kristiani. Tidak bisa disangkal bahwa masa Prapaskah tentu merupakan satu masa khusus yang setiap tahun selalu ada bagi umat Katolik, tetapi pada hakikatnya prapaskah selalu menyimpan makna lebih, bukan hanya sebagai litani tahunan dalam kalender liturgi Gereja Katolik tetapi merupakan suatu masa perjalanan penuh reflektif serta suatu perjalanan rohani yang mengajak setiap pribadi untuk berziarah ke dalam diri: merenungkan hidup, memperbarui iman, dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Sebagai seruan pastoral bagi Umat Katolik di masa Prapaskah ini, Paus Fransiskus mengeluarkan pesan dengan judul “Marilah kita Berjalan Bersama dalam Pengharapan”. Dalam Pesan untuk masa Prapaskah, Paus Fransiskus mengajak umat Katolik untuk memahami tahun Yubileum sebagai tahun Rahnat Tuhan, seraya mengajak semua umat untuk berjalan bersama dalam pengharapan, menurut Paus Fransiskus, dengan berpedoman pada refleksi Paulus dalam Roma 5:1-5, sebagaimana tertera dalam Bula Spes non Confundit; jelas menunjukkan kenyataan bahwa pengharapan Kepada Tuhan tidak pernah mengecewakan.

Maka itu, berziarah ke dalam diri merupakan satu upaya yang mendesak sebab hari ini, kemajuan eknologi yang tidak terbendung lagi sepertinya membawa kita kepada satu situasi “keterasingan”, entah itu asing dengan sesama maupun asing dengan diri sendiri.

Sebab itu, dalam keheningan dan refleksi, kita diajak untuk melihat kembali perjalanan hidup: adakah beban yang selama ini menghambat langkah kita menuju Tuhan? Adakah luka yang belum tersembuhkan atau kesalahan yang belum dibereskan?

Prapaskah memberi ruang bagi setiap orang untuk melakukan pertobatan yang sungguh-sungguh, bukan sekadar menahan diri dari makanan atau kebiasaan tertentu, tetapi lebih kepada transformasi hati.

Berdoa, berpuasa dan bersedekah menjadi tiga pilar utama dalam Prapaskah (sebagaimana mana termakhtub dalam Matius 6:1-18). Dengan berpuasa, kita belajar menahan diri dari keinginan duniawi dan lebih peka terhadap kehendak Tuhan. Melalui doa, kita membangun kembali hubungan yang mungkin telah renggang dengan Sang Pencipta. Sedangkan lewat bersedekah, kita diajak untuk berbagi dengan sesama, menghidupi kasih Kristus dalam tindakan nyata.

Momen Prapaskah bukanlah sekadar masa penyesalan, tetapi juga harapan. Ini adalah kesempatan untuk memulai kembali, membersihkan hati, dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan ketulusan.

Seperti perjalanan Yesus di padang gurun selama 40 hari (Lukas 4:1-13), kita pun diajak untuk menghadapi ujian iman, melawan godaan, dan akhirnya menemukan kekuatan baru dalam kasih-Nya.

Mari kita jadikan Prapaskah sebagai perjalanan menuju kebangkitan, bukan hanya kebangkitan Kristus di hari Paskah, tetapi juga kebangkitan hati kita yang diperbarui dalam iman dan kasih.

Penulis : Romo Yohanes Taeki Lae, Pr

Editor : Yudel Neno, Pr

Leave A Reply

Your email address will not be published.